Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia
sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada
“payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik.
Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat
digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang
generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan
dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal
ini tidak terlaksana.
Untuk
hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital
signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika
digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal
seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
- Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
- Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
- UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
- Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
- Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu :
- Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
- Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
- Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
- Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
- Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
- Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
- Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))
Di
berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum penyebar
pornografi ketakutan karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak
sedikit kira-kira Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) karena
melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan.
sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik)
tidak hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab
dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di
dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Ada sebagian orang
menolak tentang adanya undang-undang ini, akan tetapi tidak sedikit juga
yang mendukung undang-undang ini.
Cyberlaw di MALAYSIA
Lima
cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis
ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang
disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk
memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan
elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan
transaksi bisnis. Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum
dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan
penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk
pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan
berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis
untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi
jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti
konferensi video. Berikut pada adalah Undang-Undang Komunikasi dan
Multimedia 1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri
multimedia dan untuk mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk
tujuan komunikasi dan multimedia industri. The Malaysia Komunikasi dan
Undang-Undang Komisi Multimedia 1998 kemudian disahkan oleh parlemen
untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang
merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan
hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
Departemen Energi, Komunikasi dan
Multimedia sedang dalam proses penyusunan baru undang-undang tentang
Perlindungan Data Pribadi untuk mengatur pengumpulan, kepemilikan,
pengolahan dan penggunaan data pribadi oleh organisasi apapun untuk
memberikan perlindungan untuk data pribadi seseorang dan dengan
demikian melindungi hak-hak privasinya. Ini to-be-undang yang berlaku
didasarkan pada sembilan prinsip-prinsip perlindungan data yaitu :
- Cara pengumpulan data pribadi
- Tujuan pengumpulan data pribadi
- Penggunaan data pribadi
- Pengungkapan data pribadi
- Akurasi dari data pribadi
- Jangka waktu penyimpanan data pribadi
- Akses ke dan koreksi data pribadi
- Keamanan data pribadi
- Informasi yang tersedia secara umum.
0 komentar:
Posting Komentar